Menegakkan Kembali Adat Istiadat Kebangsawanan Dan Budaya Leluhur

    Menegakkan Kembali Adat Istiadat Kebangsawanan Dan Budaya Leluhur

    SULSEL - Budaya leluhur merupakan jati diri bagi masyarakat adat dan untuk melestarikannya tidaklah sulit, hal itu tergantung kepada masyarakat adat itu sendiri dan sejauh ini masih menjadi polemik tentang bagaimana membuat suatu formulasi untuk menjaga dan memelihara budaya leluhur.

    Hal ini disampaikan oleh Dosen Politeknik Negeri Samarinda, Dr. H.M. Nawawi D. Sibali, SE., MM.

    Ia menilai, perlu suatu regulasi dari pemerintah daerah yang masih kental budaya adatnya yang mengatur tentang tatanan adat seperti aturan penyematan gelar kebangsawanan, tata cara perkawinan adat, kematian, dan acara-acara seremonial lainnya.

    Secara berjenjang sampai tatanan bawah, seyogyanya terbentuk lembaga adat yang dapat menjaga dan memelihara budaya leluhur dengan adanya lembaga adat kita berharap budaya leluhur tidak pudar.

    'Kita tidak tahu apakah anak-anak muda generasi masa depan masih bisa mengikuti perkembangan budaya. Sebagaimana pun hebatnya suatu kelompok kalau tidak terorganisir dengan baik, maka akan sulit untuk melestarikan suatu budaya, " tuturnya, Minggu, 5 Mei 2024.

    Seperti halnya dengan kegiatan adat mencuci benda-benda pusaka kerajaan, mappasempe, mappabitte manu dan lain-lain adalah merupakan adat dan tradisi yang perlu di lestarikan yang akan menjadi daya tarik tersendiri sehingga bisa jadi tontonan yg menarik yang bisa menarik wisatawan untuk menambah PAD daerah adat.  

    “Harapan Lembaga adat diadakan untuk melestarikan budaya ini merupakan tanggung jawab bersama terutama para generasi muda keturunan bangsawan agar terus mempertahankan budaya sekaligus sebagai ajang promosi destinasi pariwisata, sehingga budaya yang dimiliki dapat dikenal oleh dunia luar bahwa masih memelihara budayanya, " ungkapnya.

    Lanjut Dr. Nawawi, untuk menjaga kelestarian tergantung kepada generasi muda keturunan bangsawan, dan juga dukungan dari Pemerintah, yang mana baik lembaga adat maupun pemerintah harus berkesinambungan untuk membangun dan menjaga budaya leluhur.

    Dan untuk mendiskusikan tentang hal ini perlu organisasi tersendiri dimana anggotanya dibatasi misalnya: hanya wija mabbati, wija mabbati ini juga dalam aturan adat leluhur ada klassifikasinya misalnya anak pada, cera, wari, wija. 

    Terkait dengan klassifikasi tersebut muncullah gelar kebangsawanan. Contoh: Dalam masyarakat Bugis seperti Baso, Besse, Bau, dan Petta. 

    Sedangkan gelar kebangsawanan yang masih tergolong baru seperti “Andi” yang banyak digunakan oleh keturunan bangsawan bugis saat ini belum pernah diatur dalam masyarakat adat leluhur sehingga belum ada batasan mengenai aturan penggunaan gelar ANDI tersebut, apakah hanya keturunan bangsawan mabbati, ataukah juga keturunan bangsawan yang diwarisi dari ibunya, belum ditemukan aturan tentang ini sehingga selalu saja memancing perdebatan.

    "Seperti halnya di tempat kelahiran saya Citta, dulu waktu saya masih kecil (karena saya masih kecil sudah hijrah ke maros dan setelah dewasa hijrah lagi ke kalimantan) hanya keturunan bangsawan yang memegang pemerintahan yang bergelar ANDI namun saat ini penyematan nama andi ini sudah semakin luas hampir semua yang ada keturunan bangsawannya baik trah dari ayah maupun ibu sudah menggunakan gelar Andi tersebut, dan ini sudah terjadi dimana-mana, " ujar Dr. Nawawi.

    "Dan tentu saja kita tidak dapat menghalangi karena disamping tidak ada memang aturannya dari leluhur kita karena itu adalah gelar baru dan juga kita tidak berada lagi pada tatanan masyarakat feodalisme, " sambungnya.

    Terakhir, kata Dr. Nawawi, kita patut bersyukur dengan kehadiran organisasi PERWIRA LPMT (Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka) yang anggotanya adalah Wija yang penuh dedikasi dan perhatian besar pada budaya adat istiadat leluhur, kita dorong dan dukung agar segenap wija dapat mewarisi karakter leluhur sebagai pengayom masyarakat dan dapat mewarnai kehidupan dimanapun ia berada. 

    "Kita memang perlu seorang Tokoh yang mumpuni seperti adindaku Sapri Pamulu dkk yang terbukti sangat menjunjung tinggi nilai budaya khususnya adat kebangsawanan agar sesama wija tetap kompak dan bersatu saling bahu membahu menorehkan karya nyata sebagai wija mabbati serta tidak saling mencederai dengan perdebatan-perdebatan yang tidak ada akhirnya, " pungkasnya.

    kebangsawanan budaya leluhur
    Subhan Riyadi

    Subhan Riyadi

    Artikel Sebelumnya

    Jangan Hujat Pemain Timnas Garuda U-23,...

    Artikel Berikutnya

    Wakil Walikota dan Ketua TP PKK Makassar...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Kapolres Pelabuhan Makassar Pimpin Sertijab dan Kenal Pamit Pejabat Utama, Momen Penuh Harapan dan Semangat Baru
    Hendri Kampai: Indonesia Hanya Butuh Pemimpin Jujur yang Berani
    Inovasi KANDAYYA dan WIN DIESEL Semen Tonasa Bersinar di Panggung Internasional
    Kapolri-Panglima TNI Tinjau Kesiapan Program Ketahanan Pangan di Jawa Tengah

    Ikuti Kami